Mahesa Lawung

Mahesa Lawung


Mahesa Lawung, salah satu wisata religi yang merupakan acara ritual dari budaya Keraton Kasunanan Surakarta yang bertujuan untuk memohon keselamatan dan supaya terhindar dari segala macam mara bahaya. Upacara Mahesa Lawung dilaksanakan di Alas Krendawahana Desa Krendawahana Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar adalah bentuk persembahan kepada Bathari Kalayuwati. Yang diyakini sebagai pelindung gaib Keraton Surakarta di bagian utara.

Alas Krendawahana adalah sebuah hutan yang sampai sekarang masih di keramatkan oleh masyarakat Gondangrejo. Karena dipercaya sebagai tempat bersemayamnya Bathari Kalayuwati (Durga).




Pengageng Museum dan Pariwisata Keraton Surakarta, GPH Puger, menyatakan ritual ini telah menjadi agenda pokok keraton. Pelaksanaan ritualnya selalu jatuh pada hari Senin atau Kamis dan Pelaksanaan ritual sudah menjadi ketetapan tentang peringatan upacara tradisi dari Keraton Surakarta. Perlengkapan sesaji yang digunakannya berupa kepala kerbau yang masih perjaka dan belum pernah dipekerjakan beserta empat telapak kakinya, walang atogo [berbagai jenis belalang] sebagai simbol rakyat kecil. Juga sesaji lain yang terdiri atas barang mentah dan matang yang kesemuanya menyimbolkan makna-makna tertentu, dimana sesaji ini dimaksudkan juga sebagai wilujengan nagari.


Proses ritual didahului dengan keluarnya berbagai sesaji dari Dalem Gondorasan [dapur keraton] sekitar pukul 09.00. Setelah dibawa ke sitihinggil keraton, GPH Puger kemudian menyerahkan sesaji kepada utusan keraton. Usai acara ini rombongan dari keraton yang berjumlah tak kurang dari 500 abdidalem langsung menuju kawasan Alas Krendawahana. Kemudian sesaji Mahesa Lawung diletakkan di tempat khusus. Yakni di sebuah punden yang letaknya di bawah pohon beringin putih yang cukup besar.




Punden tersebut yang selama ini diyakini sebagai tempat bersemayamnya Bathari Kalayuwati, pelindung gaib keraton di bagian utara. Upacara ritual diawali dengan penyampaian ujub [maksud dan tujuan] ritual. Dilanjutkan dengan pembacaan doa yang dipimpin oleh KRT Pudjodiningrat. Sepanjang prosesi, para abdi dalem yang duduk bersimpuh mengitari punden terlihat amat khusuk. Setelah upacara ritual pembacaan do’a selesai, dilanjutkan memendam kepala kerbau dan sesaji yang terdiri atas barang-barang mentah lain di sekitar punden. Kemudian sesaji yang terdiri atas barang-barang matang, seperti nasi wuduk, gudangan, jajan pasar, dan lainnya dibagikan kepada para pengunjung yang hadir dalam upacara itu.